Salah satu tantangan pemerintah dalam memangkas angka backlog perumahan adalah perizinan dalam penyediaan perumahan. Pasalnya, terdapat gap dalam penyediaan rumah, di mana rata-rata kebutuhan perumahan per tahun mencapai 800 ribu unit, sementara yang bisa disediakan per tahunnya hanya berkisar 400 ribu unit, seperti dikutip dari finance.detik.com
Guna menggenjot penyediaan rumah, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah saat ini tengah fokus dalam melakukan percepatan pembangunan rumah melalui penyederhanaan izin pembangunan rumah. Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin waktu perizinan membangun hunian bagi MBR harus terus dipersingkat bahkan hingga hitungan jam.
Proses perizinan yang dipersingkat itu diatur lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah.
Secara substansi aturan tersebut mengatur pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP) untuk memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan dan non perizinan kepada Badan Hukum (pengembang) yang akan melaksanakan pembangunan perumahan bagi MBR melalui penyederhanaan pelayanan yang meliputi penghapusan beberapa izin, penggabungan beberapa izin, kemudahan pemberian waktu izin.
"Permen 55 mengatur agar Pemda memerankan fungsinya untuk bisa mengambil porsi atau peran dalam program sejuta rumah. Salah satunya dalam kemudahan pelayanan. Bisa melalui penghapusan beberapa izin atau dengan penggabungan beberapa izin atau dengan kemudahan waktu pemberian," kata Plt Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Diah Indrajati di Kemendagri, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Terkait penghapusan izin, yang dihapus adalah izin lokasi, tidak mengharuskan adanya izin rekomendasi peil banjir, menghapus izin cut and fil jika pembangunannya untuk MBR, penghapusan amdal lalin, jika kawasan hunian yang dibangun tidak lebih dari 5 ha.
"Untuk kawasan MBR, empat izin tadi kami minta dibebaskan bagi pengembang yang akan membangun," ungkapnya.
Untuk izin yang digabung di antaranya proposal MBR bisa digabung terkait pernyataan lahan yang tidak sengketa, lalu izin pemanfaatan ruang yang digabung dengan proses pengecekan atau kesesuaian rencana. Lalu penggabungan pengesahan siteplant dengan pernyataan pengelolaan lingkungan atau rekomendasi pemadam kebakaran dan lain-lain.
"Terkait percepatan waktu pengurusan hak atas tanah dari pemilik maksimal tiga hari. Ke depan bahkan mungkin bisa dalam hitungan jam. Karena kan hanya soal si pemilik melepas. Jadi maksimal tiga hari," tutur dia.
Untuk mendukung ini, pihaknya berharap para kepala daerah bisa mendukung pelaksanaan aturan ini agar kemudahan pelayanannya bisa diimplementasikan dengan baik di lapangan.
"Selanjutnya, Kemendagri bersama Kementerian/Lembaga terkait berencana melakukan sosialisasi kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR kepada seluruh daerah untuk mendorong pemerintah daerah, pengembang, dan perbankan agar bersinergi serta mencari terobosan baru dalam mensukseskan program sejuta rumah," pungkasnya.
Share