Sertifikat tanah warisan amat penting untuk dipelajari. Sudahkah Anda memahami definisi dan cara membuatnya?
Tak sedikit seseorang yang memiliki tanah sebagai hasil warisan dari anggota keluarga yang telah meninggal dunia, biasanya dari orangtua kepada anak atau dari suami kepada istri.
Mungkin Anda termasuk salah satunya.
Namun, satu dan kendala terjadi ketika Anda tidak memahami soal sertifikat tanah warisan.
Jika ingin membuat sertifikat tanah warisan, yang harus dilakukan pertama kali adalah menegaskan posisi kepemilikan dari tanah dimaksud terlebih dahulu.
Biasanya, pihak almarhum menjelaskan kepada siapa tanah tersebut diwariskan dalam surat keterangan waris.
Seperti dilansir dari halaman properti 99.co, surat Wasiat sendiri bermacam-macam bentuknya.
Bisa dalam akta notaris dan didaftarkan pada Pusat Daftar Wasiat, atau hanya berupa lisan atau tertulis namun tidak melibatkan notaris alias bawah tangan.
Kalau wasiat dibuat dalam bentuk lisan atau surat bawah tangan, akan sulit untuk dijalankantanpa adanya persetujuan dan pengakuan dari ahli waris yang lain bahwa wasiat tersebut memang benar ada serta tidak ada keberatan dari ahli waris lain.
Jika wasiat dibuat dalam bentuk akta notaris, biasanya ditunjuk pelaksana wasiatnya juga.
Lewat adanya pelaksana wasiat tersebut, maka yang bersangkutan bisa datang ke kantor kecamatan setempat untuk membuat Akta Hibah Wasiat kepada Anda.
Persiapkan Surat-surat
Sebelum mengurus sertifikat tanah warisan, yang harus dipersiapkan adalah surat-surat penunjang keabsahan Anda sebagai ahli waris yang sah.
Seperti surat nikah, surat/akte kematian orang tua, kartu keluarga, surat pengantar dari desa, akte kelahiran anda dan para ahli waris, daftar/bukti harta kekayaan pewaris, serta saksi-saksi.
Lakukan Balik Nama Sertifikat Tanah Warisan
Sebelum dibuatkan sertifikat tanah untuk para ahli waris, terlebih dahulu dilakukan proses turun waris atau biasanya disebut balik nama sertifikat tanah.
Kemudian dibuat Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kabupaten/Kotamadya yang berwenang yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan rumah dimaksud.
Setelah dilakukan proses ini baru dilakukan pemecahan hak tiap pewaris.
Sementara itu menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), syarat-syarat pembuatan sertifikat tanah warisan adalah sebagai berikut :
- Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai
- Surat Kuasa apabila dikuasakan
- Fotokopi identitas pemohon/para ahli waris (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket BPN
- Sertifikat asli
- Surat Keterangan Waris sesuai peraturan perundang-undangan
- Akte Wasiat Notariel
- Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
- Penyerahan bukti SSB (BPHTB), bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari 60 Juta Rupiah bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak)
Untuk formulir permohonan sendiri memuat identitas diri, luas dan letak serta penggunaan tanah yang dimohon, pernyataan tanah tidak sengketa, juga pernyataan tanah dikuasai secara fisik.
Perhitungkan BPHTB pada Tanah Warisan
Sebagaimana perolehan hak berdasarkan jual beli, perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisan pun dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB.
Prinsipnya adalah para ahli waris memperoleh hak atas tanah dan bangunan dan karena itu negara mengenakan pajak.
BPHTB karena warisan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB karena perolehan hak karena warisan merupakan salah satu jenis perolehan hak yang dikenakan pajak.
Mengenai warisan dan siapa saja ahli waris dan bagian-bagiannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW) atau Hukum Perdata Barat dan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Khusus untuk yang beragama Islam juga merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam yang tidak dipositifkan (tidak dijadikan hukum tertulis di Indonesia, berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia).
Tetapi, pembahasan ini hanya menghitung BPHTB warisan untuk kasus yang sederhana yang paling sering terjadi, yaitu seorang meninggal memiliki ahli waris istri dan anak-anak.
Penghitungan BPHTB Pewaris Pemilik Tunggal
Kondisi ini terjadi apabila pemilik tanah dan bangunan hanya atas nama satu orang atau yang tertulis dalam sertifikat hanya nama pewaris saja, maka yang berhak menjadi ahli warisnya adalah istri dan anak-anaknya.
Berbeda dengan perhitungan BPHTB karena jual beli yang menghitung BPHTB berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) atau harga transaksi, perolehan BPHTB karena warisan dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dianggap sebagai NPOP.
Prinsip perhitungan sama dengan jual beli yaitu 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
NPOPTKP warisan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang besarnya berbeda untuk masing-masing daerah.
Sebagai contoh, NPOPTKP untuk DKI Jakarta adalah Rp350.000.000,- dan untuk daerah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi adalah Rp300.000.000,-
Besarnya NPOPTKP untuk daerah lain ditetapkan berdasarkan peraturan daerah masing-masing karena sekarang ini pemungutan BPHTB dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Untuk mencari informasinya bisa ke Kantor Pajak atau Kantor Pertanahan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Data-data tanah objek warisan, meliputi:
- Luas 1.000 m2
- NJOP = 1.000.000,- per meter
- NPOP = 1.000 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.000.000.000,- sama dengan NJOP total
- NJOPTKP waris adalah Rp. 350.000.000,- (DKI Jakarta)
Besarnya BPHTB adalah sebagai berikut:
- BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
- BPHTB = 5 % x (Rp. 1.000.000.000 – Rp. 350.000.000) = Rp. 32.500.000,-
Dalam prakteknya penulisan di lembar BPHTB hanya dituliskan nama salah satu ahli waris saja dengan diikuti menulis CS (cum suis) yang berarti dan kawan-kawan, di belakang namanya.
Ternyata pengurusan sertifikat tanah warisan tidak terlalu rumit bukan? Jadi, jika Anda mendapatkan sebidang tanah yang diwariskan oleh anggota keluarga, jangan tunda lagi untuk membuat sertifikat tanah tersebut.
Share